Post Update :

Posting Populer

Motivasi

Hidup tanpa motivasi bagaikan berkendara tanpa arah tujuan. Untuk mendapatkan beberapa untaian kata motivasi yang inspiratif, anda bisa dapatkan disini :
-------------------------------------------------------------------------- Motivasi Islam -------------------------------------------------------------------------- -------------------------------------------------------------------------- Motivator Indonesia -------------------------------------------------------------------------- Salam Super Mario Teguh

Renungan : Untuk mereka yang memiliki keluarga

Sabtu, 30 April 2011

Ini sudah beberapa kalinya seorang akh, pulang larut malam. Rutinitas yang padat membuatnya lupa akan hak keluarga akan dirinya, sekaligus kewajiban ia atas mereka. Ini sudah menjadi bilangan yang tak terhitung jari lagi, ketika banyak urusan dirumahnya, tak mampu ia selesaikan dengan bantuan dan uluran tangannya. Membayar listrik, mencuci piring, beberes rumah, bahkan sekedar untuk mencuci baju miliknya. Alasannya klise, masih dengan dalih : sibuk dengan rutinitas kuliah dan organisasi. Padahal ia tahu - ibu dan ayahnya adalah 'orangtua karier' yang sibuk untuk mencari nafkah demi menghidupi keluarga. Pergi subuh hari, pulang larut malam. Mereka tak akan sempat mengurusi lagi seabrek pekerjaan rumah yang menumpuk. Bahkan meskipun itu menjadi tanggung-jawab mereka - maka dipastikan kewajiban itu telah gugur seketika. Seharusnya, pekerjaan rumah tangga seperti ini menjadi tanggung jawab anak-anaknya. Bukan kewajiban para orangtua.

Sepertinya ada yang salah pada diri kebanyakan aktifis dakwah. Seorang yang biasanya mengaku taat mengaji dan haus akan ilmu agama. Seorang yang katanya sangat disibukkan dengan memikirkan umat. Yang katanya generasi "Rabbani" dengan modal tarbiyah di liqo-liqo yang menjadi rutinitasnya. Sangat disayangkan, jika kondisi pada lingkup terkecil di keluarganya, tak mampu ia benahi dengan baik. Kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungannya tak mampu ditunaikan, dan sibuk memberi manfaat diluar. Di tempat yang kadangkala ia tak kenal.

"Khairunnas, anfa'uhum linnas", mungkin dalih ini yang membuat kita lupa akan kehadiran dalil : "Quu anfusakum wa ahliikum naara"....

Ketidak-seimbangan kita pada keluarga terkadang membuat ketidak-adilan kita atas mereka - yang sebenarnya sangat berhak atas diri kita. Sejenak coba kita introspeksi, seberapa banyak waktu kita, disibukkan dengan aktifitas 'dakwah' ataupun organisasi??? Bandingkan dengan seberapa sering kita disibukkan dengan pekerjaan rumah : mencuci baju, menyapu rumah, membantu orangtua, dan berbagai hal lainnya??? Lalu bandingkan, seberapa sering kita memberikan mentoring keislaman, motivasi, sms-sms tausiyah kepada sahabat dan kerabat kita? Lalu bandingkan, dengan seberapa sering kita memberikan semua perhatian itu kepada anggota keluarga dan saudara-saudara kita??

Belum lagi adanya beberapa fenomena yang memprihatinkan. Ketika banyak saudara mereka - yang katanya saudaranya aktifis dakwah, sangat jauh dari nilai-nilai keislaman. Sebagian dari mereka, ada yang menjadi pecandu, ada yang terjerumus aliran sesat, ada yang gemar melakukan kemaksiatan. Jika ditanyakan, bukankah ini tanggung jawab kita sebagai orang yang terdekat dengan mereka??? Mungkin saat itulah kita baru tersadar, bahwa begitu banyak kewajiban-kewajiban yang sangat dekat dengan kita yang terabaikan. Tidak sedikit dari kita, lebih memilih untuk sibuk di organisasi dibandingkan disibukkan dengan 'pekerjaan rumah' sendiri.

Begitulah fenomena-fenomena 'unik' yang seharusnya tidak terjadi. Mudah-mudahan hal ini-pun menjadi tausiyah untuk diri sendiri. Karna sangat diakui, tulisan ini sangat terinspirasi atas cela yang dilakukan selama ini. Semoga menjadi motivasi kita untuk memberi kesegaran dengan kehadiran kita di sekitar mereka. Ingatlah, pepohonan akan selalu meneduhkan tanah gersang dibawahnya, dan buahnya akan jatuh tak jauh disekitarnya. Bukankah itu hakikat dari perumpamaan pohon iman? Jika manisnya buah, hanya mampu dikecap oleh tetangga. Maka apalah artinya pohon yang tertanam subur di pekarangan??

Jatinangor, 29 April 2011 -19:04:54
(Kutitipkan untuk mereka yang memiliki keluarga : karna kita pasti memilikinya dan bertanggung jawab atas kehidupan mereka)

Catatan Perjalanan Dakwah : Di Balik Pundak yang Tegar

Jalan dakwah bukanlah jalan yang tepiannya bertabur bunga. Jalan ini adalah jalan yang penuh kerikil, duri, bahkan dipenuhi hewan buas yang siap memangsa siapa saja yang melewatinya. Bahkan terkadang penuh fitnah, cerca dan caci, dari setiap orang yang tidak menyenangi jalan ini. Jalan ini bukanlah jalan yang rata, tanpa kelokan, tanpa tanjakan. Bukan pula jalan yang teduh, tanpa terik matahari laksana atmosfir subuh hari yang sejuk dinikmati. Jalan ini adalah jalan yang berbatu, peluh liku, bahkan kadangkala kita harus memanjat tebing agar sampai di tempat yang ingin kita tuju. Banyak yang berguguran di sini, banyak yang tak sempat berbunga sebelum musim semi. Banyak yang berguguran di tengah perjalanan. Banyak diantaranya yang lari berpaling, memilih jalan yang dirasa lebih aman, tanpa ujian, tanpa ada halang melintang - memilih untuk lebih terlena memikirkan nasib diri sendiri. Namun, dari sebagian besar yang berpaling dari jalan ini, selalu ada yang bertahan hingga singgah di pelabuhan yang Allah janjikan. Pelabuhan dari setiap halte pemberhentian, dari pelabuhan lelah di dunia, hingga melabuh di Syurga yang disediakan oleh-Nya.....

Sore itu, seorang akh berjalan dengan tertunduk. Mukanya masam, raut wajahnya mencerminkan guratan-guratan permasalahan yang mendalam. Setahu saya, ia adalah orang yang seringkali terlihat ceria, mudah tersenyum, bergaul, dan pandai beretorika. Biasanya, jiwanya selalu hangat dengan semangat. Gelora-nya mampu menularkan energi positif kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Namun kini ia tertunduk layu, lesu, dan hanya menatap tanah. Laksana pohon yang hampir tumbang, lalu terlalu mudah diterpa angin hingga akarnya tercerabut dari tanah. Entah apa yang menimpanya saat ini, yang jelas ia benar-benar terlihat menyimpan banyak masalah.

"Antum kenapa akh?", tanyaku pada nya."Ehh, gak apa-apa", jawabnya sesingkat sapaanku padanya.

Sekilas ia tersentak. Sepertinya cukup terkagetkan dengan sapaan sederhana yang saya lontarkan. Saya tahu, betapapun banyaknya pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, ia tak-kan membuka mulut untuk menceritakan permasalahan dirinya. Ia sangat terbuka dengan permasalahan orang lain, selalu siap membuka diri sebagai 'tempat sampah' dari keluhan teman-temannya, bahkan seringkali memberikan solusi dari setiap permasalahan orang lain. Namun sebaliknya, ia sangat tertutup dengan permasalahan dirinya.

Suatu ketika, saya menemukannya menangis di sandaran dinding. Dari balik tirai kamarnya, suaranya cukup terdengar sendu. Ya, hari itu bukanlah sepertiga malam, yang biasa menjadi tempat mengaduh dan berdo'a, yang biasa diselingi dengan isak tangisan. Waktu itu sore hari - waktu dimana banyak orang tertawa dan disibukkan dengan rutinitas hariannya. Sempat ingin saya ketuk pintu kamarnya perlahan, lalu menanyakan apa yang terjadi padanya. Namun setelah difikir ulang, saya rasa ia sedang membutuhkan kemerdekaan untuk menikmati kesendirian.

Akhir-akhir ini, saya semakin sering melihatnya termenung. Semakin sering melihatnya mengerutkan dahi dibanding tersenyum lebar seperti dulu kala. Rasanya cukup rindu mendengar gurauan yang kadang membuat tawa. Selalu rindu melihatnya menularkan semangat kepada siapapun yang berada di dekatnya. Semangatnya hanya menggelora ketika ia mengisi di pelbagai seminar dan pelatihan. Suaranya yang kadang terserak saat muhasabah yang menggetarkan, seringkali membuat tangisan sekaligus ledakan motivasi untuk memperbaiki diri. Saat ini, saya hanya menemukan dirinya 'hidup' saat berada di hadapan banyak orang, namun seperti melihat 'mayat mati' ketika ia berada dalam kesendirian. bersambung.....

Melukis Warna Cinta

Selasa, 12 April 2011


Mencintai Ibarat melukiskan warna. Lukisan itu akan tergoreskan sesuai dengan apa yang kita fahami dan rasakan. Adakalanya kita melukiskannya, cukup dengan satu warna. Ada pula yang melukiskannya dengan jutaan warna. Warna-warna itulah yang membuat lukisan cinta kita memiliki makna.

Adakalanya kita melukiskannya dengan warna yang sama dengan warna cinta orang lain. Namun, tetap saja, hanya kita yang mengetahui apa makna dibaliknya.

Ya, mencintai terkadang sesederhana melukiskan warna. Hanya terkadang kesulitan itu muncul, hanya diakibatkan karna kita tak mampu menggoreskan warna dengan baik. Atau saat itu kita tidak tahu apa yang ingin kita lukiskan di kanvas kehidupan. Terkadang, atau bahkan seringkali kita membuat lukisan yang abstrak, saat kita tak memiliki esensi dari cinta yang kita miliki. Kita biarkan ia mengalir semaunya, tanpa tahu di mana tepian yang akan melabuhkannya. Alhasil, orang lain, ataupun diri kita yang melukiskan - bingung untuk memaknainya.

Maka, buatlah lukisan cinta-mu bermakna. Agar ia memberikan keindahan, rasa haru, takjub, sekaligus semangat yang menggelora. Agar ia memiliki kekuatan untuk berjuang, membangun, bahkan menyelamatkan saat kesudahan menghampirinya.


Tentang Jodoh

Akhir-akhir ini, beberapa sahabat menanyakan masalah yang berhubungan dengan cinta. Mulai dari yang biasa disebut pacaran, jodoh, hingga pernikahan. Jadi teringat, dulu sempat ditanya salah seorang adik kelas tentang jodoh. Dengan lugunya ia bertanya, "Kak, memang jodoh itu bukan hanya di dunia ya? Kalau ia meninggal sebelum mendapatkan jodoh di dunia, terus berarti dia ga punya jodoh dong???" Pertanyaan konyol sekaligus menggelikan meluncur dari mulutnya. Membuat saya tersenyum geli mendengarnya - walaupun sejujurnya tak secara terang-terangan terekspresikan dalam raut muka, sebatas tertawa geli dalam hati.

"Hmm.. gimana yah? Kalau menurut yang pernah saya baca dan saya pahami, kalau jodoh itu sebenarnya bukanlah kosakata yang hanya berlaku untuk di dunia aja. Jadi bisa pula kita mendapatkan jodoh itu bahkan ketika di akhirat. Ya, intinya kalau orang itu beriman dan berhasil masuk ke syurga-Nya, maka bidadari syurga-lah yang akan menjadi jodohnya. Wallahu 'alam", jawab saya singkat dengan pengetahuan seadanya - sambil mencoba mengingat salah satu pertanyaan yang sama pada sebuah konsultasi di salah satu radio islam swasta.

"Terus gimana kalau dia udah punya jodoh di dunia. Misalkan kalau ternyata seorang lelaki beristri. Apakah masih dapat jodoh juga di akhirat nanti? Jadi double dong kak jodohnya?" Sungguh, pertanyaan ini sangat menggelikan, sampai-sampai saya tak mampu lagi menahan gelak tawa, yang saya coba sembunyikan - maksudnya takut menyinggung perasaan. Namun keluguannya saat bertanya, membuat saya tak tahan dengan tawa. Umur masih sekecil itu, begitu termotivasi bertanya tentang jodoh dengan detailnya.

"Hahaaaa.. pertanyaan kamu lucu ya?", respon saya sambil melebarkan lekukan bibir di wajah."Ihhh kaakkk, kan cuma mau tau ajaaa.." jawabnya merengut, sambil mengernyitkan dahi laksana orang memelas karna "lapar" akan jawaban.

"Begini intinya, ketika hanya salah satu saja diantaranya yang beriman - misalnya hanya lelaki itu saja yang beriman, maka Allah akan memberikan kepadanya bidadari syurga sebagai pengganti istrinya. Namun, ketika memang lelaki itu dan istrinya berhasil mengarungi kehidupan ini dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, hingga keduanya masuk ke syurga, maka pasangan itu akan tetap berjodoh selamanya di syurga", akhirnya sebait penjelasan telah meluncur, tentunya dengan terlebih dahulu berfikir sejenak - walau sebenarnya masih ada kosakata yang kurang pas.

"Laahhh, kalau gitu, ketika istrinya beriman, ia gak dapet bidadari syurga dong???"

Pertanyaan ini yang terdengar lebih konyol, sekaligus memang ada benarnya - maksudnya, ada kesalahan redaksi di penjelasan sebelumnya, sehingga menimbulkan keambiguan pada jawabannya. Ya, terkadang pertanyaan anak kecil bukanlah pertanyaan yang melangit - sangat mendasar. Namun di balik dasarnya itu, kita perlu 'arif dan cermat memilih jawaban yang tepat - agar pondasi yang menjadi dasarnya, tidak merobohkan dinding-dinding tebal dari prinsip-prinsip keislaman ketika telah menuju 'langit'.

"Hmm,, bukan begitu dek. Bidadari syurga itu adalah janji Allah, sekaligus sebuah keniscayaan bagi semua hambanya sebagai salah satu ganjaran pahala baginya di Syurga. Jadi tetap saja bidadari itu akan diberikan padanya. Cuma,... kalau suatu saat saya boleh memilih, saya akan lebih memilih bidadari syurga daripada manusia dunia. Heheee..." Jawab saya dengan sedikit lelucon - sungguh, tanpa sedikitpun berniat dengan sungguh-sungguh menjawabnya. Jadi, bukan maksud saya lebih mengutamakan bidadari syurga dibanding istri saya nanti ketika kami bersama di Syurga. Karna bagi saya, seorang istri yang sampai saat itu mampu membersamai saya dengannya hingga mereguk telaga Syurga - tetap lebih istimewa walaupun dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia dan di Syurga. Huaahhhh... gombal kayaknya :)

"Yeeee... kalau gitu nanti istri kakak cemburu lohh, dikhianati begitu saja. Mentang-mentang udah dikasih bidadari syurga, malah selingkuh!!" sela adik kecil itu dengan nada kecewa.

Sungguh, pernyataan ini benar-benar menumpahkan gelak tawa. Selinguh? Cemburu? Masih adakah perasaan itu di Syurga? Saya rasa tidak. Ya, semua telah terhanyut dalam kenikmatan tiada tara - hingga mencari perhatian dan cinta dari manusia hanyalah perbuatan sia-sia. Allah telah menggantinya dengan bilangan yang berlipat tidak berhingga.

Ya, begitulah perbincangan singkat saya dengan salah seorang 'adik' sewaktu itu. Semuanya berjalan sangat singkat dalam memori kehidupan, walau pada nyatanya, sebagian kisahnya hanyalah kamuflase dari fikiran dan beberapa hasil perenungan. Ahhh, mengingat kisah ini, jadi makin rindu mengejar Syurga. Namun, dibalik itu semua, rasanya makin jauh saja jarak diri ini untuk menggapainya.

Rabb, berikanlah jalan yang terbentang,
dan perpendeklah jarak hamba dan Syurga-Mu.
Anugerahkanlah segenap cinta-Mu,
agar kelak ada yang membersamaiku menjemput Syurga-Mu...
Amiieen...

bersambung...

Jatinangor, 11 April 2011 - 04.21.54
- Subuh hari, saat udara dingin menyergap beku -

Meminang Bidadari (Sinopsis)

Senin, 04 April 2011

Cinta adalah hal yang bisa dipelajari nis", seru ayahnya. "Ayah yakin, Amar adalah lelaki yang cocok untukmu. Ia sekufu bagimu, seperti Faiz yang juga lelaki yang baik untukmu. Tapi cobalah berfikir lebih jernih anakku. Kamu tak punya alasan yang syar'i untuk menolaknya. Di sisi lain, sampai saat ini faiz belum juga melamarmu. Apakah kamu ingin terus menunggu dalam ketidakpastian? Sedangkan telah jelas ada seorang lelaki lain yang ingin menikahimu??"

Tentunya kau faham sabda nabi yang mengatakan, apabila datang kepadamu seorang yang engkau sukai agama dan akhlaknya untuk mengkhitbah, maka terimalah! Kalau tidak engkau lakukan maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi!!”, kalimat yang diucapkan ayahnya ini membuat nya semakin tertekan. Sejujurnya ia telah mati langkah untuk menolaknya lamaran Amar. Ada getaran yang dahsyat di hati nisa. Ia tak ingin mendapat laknat Allah karna menolak lamaran seorang lelaki telah jelas kesholehannya. Ia tahu, Amar adalah sosok lelaki yang mendekati sempurna. Ia merupakan keturunan orang kaya, cerdas, mandiri dan berpengetahuan tinggi. Namun sejujurnya, ia tak mampu mengabaikan perasaan cintanya pada Faiz. Lelaki yang begitu memesona dimatanya. Bukan karna harta, ketampanan atau keturunannya, tapi faiz memesona bagi dirinya karna kesederhanaannya.

Hanya karna kesederhanaan?? Alasan itu yang membuat ayahnya benar-benar tak memahaminya, sekaligus tak menerima alasannya. Namun bagi nisa, bukan hanya karna satu alasan saja. Bahkan ia memiliki beribu alasan untuk menunggu pinangan lelaki yang sangat dicintainya. Ya, 2 tahun telah cukup menguatkan hati nisa untuk memantapkan pilihannya. Dan nisa, bukanlah seorang wanita yang mudah terombang-ambing mengikuti alur perasaan. Sekali ia menentukan pilihan, maka itulah pilihan yang telah difikirnya matang-matang. Namun bagaimana bisa semua alasannya terbantah oleh sanggahan kedua orangtuanya?

Lalu bagaimanakah Nisa mempertahankan cintanya? Akankah ia merasakan layaknya Siti Nurbaya, yang dipaksa menikahi pilihan kedua orangtuanya? Ahh rasanya tidak, sungguh berbeda. Ia yakin, Ayah dan ibunya benar-benar memikirkan masa depan dan kebaikan bagi dirinya, seperti hal lainnya yang selama ini mereka berikan padanya.

Ia pasrah dalam sujud-sujud istikharahnya. Ia yakin, Allah telah menetapkan jodoh terbaik untuk semua hambanya. Tak akan salah apa yang telah ditetapkan takdir-Nya. Tak akan tertukar apapun yang telah dipasangkan oleh-Nya. Apa yang ia lakukan sekarang, adalah ikhtiar untuk membuka tabir jodoh yang selama ini menjadi misteri baginya. Apapun jawabannya, ia hanya dapat pasrah dan menjalaninya dengan ikhlas...

Ingat nisa, Cinta adalah hal yang bisa dipelajari, maka belajarlah untuk mencintai....

Jatinangor, 4 April 2011 - 19:09:45

Catatan Perjalanan Dakwah : Untuk Mereka Yang Penuh Kecewa..

Akhi, ukhti, afwan...

Memang benar dan harus kita akui. Bahwa iman kita tak sekuat nabi dan para sahabat. Namun pantaskah alasan itu selalu dijadikan pembenaran dari semua kelalaian dan kesalahan kita? Bukankah malah sebaliknya, seharusnya kita banyak belajar dari mereka. Karna kita berada di zaman yang berbeda, dan tentunya, ujian kita-pun tak sebanding dengan ujian yang menghantam para nabi dan sahabat terdahulu.

Ya, ketika para sahabat benar-benar mengorbankan nyawa-nya demi tertegaknya al-islam, bagaimanakah diri kita? Akankah kita merasa cukup mensudahi amalan dakwah ini hanya karna secuil ujian perasaan?? Merasa cukupkah kita diuji, karna seucap kata hinaan dan setitik belenggu kekecewaan???

Sahabat, seorang nabi yang mulia, yang akhlaqnya telah di-patenkan untuk dijadikan suri teladan - masih mengalami cercaan, hinaan, sumpah serapah, dikatai gila, busuk, penggila wanita, dan hinaan yang sangat tak pantas lainnya. Ya, hinaan itu bukan semata-mata pantas ditujukan padanya. Karna kemuliaan akhlaqnya, bahkan tak sanggup terlukiskan dalam bait-bait pujian.

Bukankah semua hinaan itu sangat-sangat lebih menghinakan dibanding sekata hinaan yang ditujukan pada kita. Ya, pada kita, yang memang penuh lumpur dan debu karna dosa yang sering kita lakukan. Pada maksiat-maksiat yang seringkali tidak kita sadari. Sungguh, sungguh sahabat. Jika ditakar semua hinaan itu, dan dibandingkan dengan akhlaq kita yang sebenarnya, bukankah menghasilkan neraca yang setimbang??

Sahabat, Ketahuilah kita semua memiliki kecenderungan untuk kecewa. Saat itu pula, begitu banyak orang yang menahan kekecewaannya pada diri kita. Namun lihatlah mereka!! Mereka yang tetap tegar bersama kita, mereka yang tak pernah mengeluhkan kekecewaan, mereka yang terus menutupi perasaan. Bukankah mereka lebih baik dibandingkan kita yang selalu saja menampilkan kekecewaan?? Seakan-akan kita telah memberi segalanya pada jalan ini, pada agama dan Tuhan!!. Dan mereka, hanya memegang peran tambahan yang tak pantas menuntut kekecewaan pula pada diri kita??

Sahabat, ketahuilah.. kekecewaan kita adalah rekayasa syetan yang mencoba menjerumuskan kita ke jalan ke-futuran. Yang tak akan lebih, ujungnya selalu berlabuh pada kesesatan...

Padahal disisi lain, tahukah kau??
Tahukah bahwa ada orang-orang yang rela berjalan kaki hingga sampai ke tempat liqo-an. Bahwa ada diantara kita yang menyisihkan separuh uang bulanannya sekedar untuk menutupi kebutuhan dakwah . Bahwa ada diantara kita yang memaksan hadir syuro walau dirinya sedang sakit dan sangat butuh istirahat.

Tahukah kita?? Pernahkah kita melakukannya? Atau hanya sekedar merasakan apa yang diperjuangkan saudara-saudara kita di luar sana? Namun diri kita belum pernah berjuang seperti layaknya mereka yang berjuang melebihi batas kemampuannya?

Sahabat, sejujurnya. Jika kita merasa kecewa, bahkan ingin pergi dari jalan ini, fikirkanlah.. Berapa banyak para syuhada yang merelakan harta dan jiwanya. Dan kita disini, cukup merasa puas dengan meluangkan waktu senggang saja...

Tahukah sahabat.. sejujurnya tak ada alasan untuk kita untuk berlama-lama dalam kondisi penuh kata kecewa. Tahukah kau, saat amarah ini ditahan untuk sekedar menjaga ukhuwah, saat terpaksa tersenyum kecut walau tersakiti, saat begitu banyak pengabaian atas semua perhatian, saat belum benar-benar tersadar akan semua tanggung jawab, ketahuilah saat itu pula banyak sahabat-sahabatmu yang merasa serupa denganmu. Kecewa, sakit hati, lelah di jalan ini. Ya semua merasakan hal yang serupa. Namun bedanya, mereka tetap tegar menjalaninya.

Buktikanlah, bahwa kekecewaan yang kita rasakan tidak akan pernah menjadi alasan untuk berpaling dari jalan ini karna merasa kelelahan. Namun kekecewaan ditujukan agar dapat dijadikan pembelajaran untuk perbaikan...

Sahabat, aku-pun tersadar.Ketika banyak yang kecewa, seringkali dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan biasa. Saat kita terbiasa mengklaim bahwa jamaah ini adalah kumpulan manusia, bukan jamaah malaikat ataupun nabi. Hingga menganggap lumrah kelalaian dalam kepemimpinan. Ini-pun sama salahnya. Bedanya, alasan yang terdahulu untuk para jundi-jundiyah, dan alasan ini menjadi alasan para qiyadah...Naudzubillah!!

Jatinangor, 4 April 2011 - 12:27:45

4 Musim Cinta, Bismillah...

Jumat, 01 April 2011

Bermula dari searching kota-kota di jerman, akhirnya malah menginspirasi untuk buat tulisan. Entah kenapa, saat itu muncul nama kota tua bernama "Heidelberg". Kota yang indah saya rasa. Jembatan-jembatan tua namun masih kokoh memanjang di salah satu foto yang saya lihat dari cuplikan gambar. Kota ini entah memaksa saya menuliskan cerita dengan latar pemandangannya. Akhirnya, saya coba search di google tentang kota tua yang menginspirasi itu.

Sambil menuliskan kata-kata di notes, saya terus bergelut dengan informasi yang ada di dunia maya. Kota heidelberg ternyata memiliki daya tarik tersendiri, dan dari catatan yang saya dapatkan, kota ini merupakan salah satu teromantis di Jerman!! Benarkah?? Cocok rasanya memulai cerita dari latar belakang yang saya dapatkan.

Sejujurnya, belum ada alur cerita yang terfikirkan untuk merajut semua inspirasi ini menjadi kumpulan kisah. Namun, saya harus mencobanya. Pertama-tama mencoba melihat pemandangan memesona yang terfoto di sepanjang sungai neckar, dan memahami foto-foto yang terpampang lainnya. Dan... Clinggg.... Tak sadar, jemari ini sudah tak tahan memencet keyborad yang sedari dari saya abaikan. Cerita terus berlanjut.

Sedikit demi sedikit, saya mulai mendapatkan inspirasi darimana cerita ini bermula. Coba searching2 lagi beberapa referensi untuk nama tokoh yang terlihat di dalamnya. Hmm,,, tak lama, muncullah sebuah nama "Alysha Nobel". Lumayan bagus juga. Tinggal mencari beberapa nama untuk pemeran pria. Akhirnya muncullah nama-nama yang cukup asing dalam lidah saya : Mark, Dave Juckerberg, dan satu lagi yang istimewa : "Harry Wilmot"

Ahh,, makin lama rasanya ingin ke tempatnya langsung. Menghirup embun di pagi hari, ditemani secangkir teh hangat, lalu merampungkan novel 'misterius' ini. Semoga dengan segera bisa menemukan serpihan cerita yang belum terkumpul di alam khayalan. Saatnya menghayal, lalu mengkorelasikannya dengan dunia nyata. Dunia tempat CINTA itu berada.

Semoga cinta ini dapat terbukukan sebelum pergantian 4 musim...
Bismillah ^_^!!

Jatinangor, 1 Maret 2011 - 10:59:45

Karya

Meminang Bidadari Kisah tentang perjuangan untuk bisa belajar mencintai dan berkorban. Pertaubatan seorang WTS untuk menemukan cinta sejatinya, dan penerimaan seorang lelaki sholeh kepada seorang pendamping hidup yang memiliki masa lalu yang kelam. (Baca Selengkapnya)
Merajut Mimpi Merenungkan kehidupan berarti menemukan pertanyaan dan berupaya memberi jawaban terhadap pertanyaan yang muncul di atas nalar manusiawi. Banyak sekali pertanyaan yang perlu di jawab demi mengungkap keber-makna-an kehidupan kita. Makna adalah "makanan" dari nalar manusia.. Maka maknai kehidupan kita, agar setiap hembusnya memilki arti untuk dipahami..” (Baca Selengkapnya)
4 Musim Cinta Kisah berlatar negri jerman, tepatnya di kota Heidelberg. Kota yang dikenal sebagai kota paling romantis di negri jerman. Tentang kisah hidup seorang Alysha (Mahasiswi berprestasi dan agen intelegen) menemukan cinta, jalan hidup dan Tuhannya. (Baca Selengkapnya)
 

© Copyright Afief Alkhawarizm 2010 -2011 | Design by Afief Alkhawarizm | Published by Khawarizm's.net | Powered by AK-Team.