Sepertinya ada yang salah pada diri kebanyakan aktifis dakwah. Seorang yang biasanya mengaku taat mengaji dan haus akan ilmu agama. Seorang yang katanya sangat disibukkan dengan memikirkan umat. Yang katanya generasi "Rabbani" dengan modal tarbiyah di liqo-liqo yang menjadi rutinitasnya. Sangat disayangkan, jika kondisi pada lingkup terkecil di keluarganya, tak mampu ia benahi dengan baik. Kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungannya tak mampu ditunaikan, dan sibuk memberi manfaat diluar. Di tempat yang kadangkala ia tak kenal.
"Khairunnas, anfa'uhum linnas", mungkin dalih ini yang membuat kita lupa akan kehadiran dalil : "Quu anfusakum wa ahliikum naara"....
Ketidak-seimbangan kita pada keluarga terkadang membuat ketidak-adilan kita atas mereka - yang sebenarnya sangat berhak atas diri kita. Sejenak coba kita introspeksi, seberapa banyak waktu kita, disibukkan dengan aktifitas 'dakwah' ataupun organisasi??? Bandingkan dengan seberapa sering kita disibukkan dengan pekerjaan rumah : mencuci baju, menyapu rumah, membantu orangtua, dan berbagai hal lainnya??? Lalu bandingkan, seberapa sering kita memberikan mentoring keislaman, motivasi, sms-sms tausiyah kepada sahabat dan kerabat kita? Lalu bandingkan, dengan seberapa sering kita memberikan semua perhatian itu kepada anggota keluarga dan saudara-saudara kita??
Belum lagi adanya beberapa fenomena yang memprihatinkan. Ketika banyak saudara mereka - yang katanya saudaranya aktifis dakwah, sangat jauh dari nilai-nilai keislaman. Sebagian dari mereka, ada yang menjadi pecandu, ada yang terjerumus aliran sesat, ada yang gemar melakukan kemaksiatan. Jika ditanyakan, bukankah ini tanggung jawab kita sebagai orang yang terdekat dengan mereka??? Mungkin saat itulah kita baru tersadar, bahwa begitu banyak kewajiban-kewajiban yang sangat dekat dengan kita yang terabaikan. Tidak sedikit dari kita, lebih memilih untuk sibuk di organisasi dibandingkan disibukkan dengan 'pekerjaan rumah' sendiri.
Begitulah fenomena-fenomena 'unik' yang seharusnya tidak terjadi. Mudah-mudahan hal ini-pun menjadi tausiyah untuk diri sendiri. Karna sangat diakui, tulisan ini sangat terinspirasi atas cela yang dilakukan selama ini. Semoga menjadi motivasi kita untuk memberi kesegaran dengan kehadiran kita di sekitar mereka. Ingatlah, pepohonan akan selalu meneduhkan tanah gersang dibawahnya, dan buahnya akan jatuh tak jauh disekitarnya. Bukankah itu hakikat dari perumpamaan pohon iman? Jika manisnya buah, hanya mampu dikecap oleh tetangga. Maka apalah artinya pohon yang tertanam subur di pekarangan??
Jatinangor, 29 April 2011 -19:04:54
(Kutitipkan untuk mereka yang memiliki keluarga : karna kita pasti memilikinya dan bertanggung jawab atas kehidupan mereka)