Post Update :

Perjuangan ini tak lagi berarti

Selasa, 30 November 2010

Mungkin imanku sedang compang-camping...

Saat aku merasa apa yang ku lakukan bukan menjadi amal baik yang harus dikerjakan. Saat amanah yang membebani pundak ini, terasa begitu berat, membuat sesak. Saat tak ada lagi semangat dan azam yang melekat. Saat hanya ada kekecewaan yang terus kurasakan. Saat berkorban bukan kuanggap sebagai sebuah keniscayaan. Saat semua ini kurasa sia-sia, untuk diriku, untuk dakwah, bahkan untuk agama ini..

Lalu syetan menggoda-ku dari arah yang tak kukira. Ia bisikkan ku dengan kemalasan, lalu aku merasa nyaman. Lalu ia menggodaku dengan kesibukan pribadi, akupun menurutinya. Kemudian akupun lupa atas segala kewajiban yang belum sempat kutunaikan.

Lalu aku menganggap bahwa diriku adalah manusia biasa. Manusia biasa yang tak bisa luput dari dosa. Dan menganggap wajar kelemahan imanku. Akupun sering memaklumi setiap kelalaian demi kelalaian selama ini. Dengan dalih wajar, sangat wajar....

Lalu ku berdalih kecewa untuk meninggalkan semuanya. Ku meneriakkan beribu kebenaran, walau hati tak mengakuinya. Pembenaran demi pembenaran hanya kujadikan alasan untuk lari dari keadaan. Akupun ingin hidup tenang tanpa tuntutan...

Mungkin aku kehilangan orientasi....

Saat menunaikan amanah bukan menjadi prioritas fikirku. Saat meluangkan waktu untuknya tak cukup berarti bagi kebaikan diriku. Saat kerja keras dan pengorbanan hanya ada dalam cerita-cerita kepahlawanan. Dan disini, keadaannya biasa saja. Tanpa akupun semuanya akan baik-baik saja. Aku mengabaikannya, tak ada keburukan yang tercipta. Saat aku mengerjakannya, tak ada yang berubah. Hanya pekerjaan dunia yang tak cukup berharga. Tak cukup menebus pahala walaupun sebelanga.

Mungkin akupun berharap dihargai

Saat kerja-kerjaku tak dihargai, walau akupun tak berharap untuk diapresiasi. Saat mereka hanya menuntut kesempurnaan kerjaku. Padahal nyatanya, mereka pun tak memberi apa-apa untukku. Semua Kerjaku seakan ada celanya, selalu ada kekurangannya. Saat mereka diminta untuk membantu, mereka hanya menasihati agar aku berjuang dulu untuk menyelesaikannya. Dengan dalih demi kedewasaanku.

Tak pernah ada satupun perhatian mereka padaku. Saat kucoba melakukan segalanya untuk mereka, seringkali diabaikan. Cuek, tanpa perhatian. Saat kutanyakan apa saran dari mulut mereka, selalu berdalih akan difikirkan. Atau saat kutanya apa kabar mereka, tak pernah ada balasan. Saat kucoba berbuat banyak untuk mereka, tak pernah ada tanggapan. Bahkan seringkali mereka membalasnya dengan ketidakhadiran. Ahhh, rasanya segala kerjaku tak lagi mereka butuhkan. Akhirnya kuputuskan untuk pergi dan tak mau peduli.

Mungkin ego-ku terlalu berlebih....


Saat aku merasa lebih baik menyendiri. Mengabaikan amanah, lalu hilang pergi. Saat ku lebih memilih untuk mengabaikan uluran tangan meraka saat berjuang merangkulku. Saat ku pilih diam dan membisu atas pertanyaan apa keluhku. Saat ku tak lagi perdulikan mereka atas semua yang tercurahkan padaku. Lalu berkata dalam hati : Apa urusanmu?

Aku selalu berfikir : ternyata aku hanya menjadi orang yang dimanfaatkan. Terbukti saat mereka hanya menghubungiku saat butuh. Terbukti saat hanya ada waktu mereka bersamaku saat dituntut untuk bekerja. Terbukti saat semua pertanyaan yang mereka ajukan adalah tanya atas penyebab kelalaianku. Sungguh, mereka tak pernah memberi apapun yang menjadi hak-ku, dan hanya bisa menuntut tanggung-jawabku..

Aku tak lagi berfikir untuk menjadi orang yang pertama. Karna tak ada lagi slogan 'fastabiqul khairat' di hati mereka dan kita. Semua lalai mengerjakan segalanya. Amanah kian bertambah, dan kelalaian semakin mendunia.

Saat segala perjuangku, rasanya sia-sia...
Saat segala pengorbananku, tak ada artinya...

.............
Aku disini adalah kamu yang disana.
Mungkin suatu saat akupun akan mengalaminya.
Aku selalu mencoba untuk mengerti dirimu, namun selalu keliru.
Lalu kubiarkan waktu untuk menjawabnya, walau ku terus berusaha untuk memaksa mengungkapnya.

Sahabat, tak lagi berartikah perjuangan kita?
Semua tanya berkecamuk dalam dada.
Lalu hati hanya mampu berdo'a : semoga suatu saat hati kita akan terbuka.

Mungkin segalanya terjadi seperti ini karna kita sedang kehilangan motivasi dan orientasi. Maka hal sederhanya, cobalah untuk mengungkap hati dari diri sendiri. Jangan pernah menuntut orang lain untuk mengerti, kalau dirimu-pun tak pernah mengerti diri sendiri. Buatlah pertanyaan tentang apa yang membuatmu merasa begini dan begini. Lalu renungkan jawaban agar segala keresahan dan kekeliruan segera terselesaikan. Dengan hati yang khusyuk, dengan menundukkan ego dan dominasi ke-aku-an...

Renungkan, renungkan.....
Semoga Allah senantiasa membimbing hati kita. Agar kelak tak keliru dalam memikirkan, agar kelak tak salah saat merasakan....

Jatinangor, 25 November 2010
(Saat penyakit aku-pun menjangkiti diriku)
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Afief Alkhawarizm 2010 -2011 | Design by Afief Alkhawarizm | Published by Khawarizm's.net | Powered by AK-Team.