Suatu waktu, Allah mentakdirkan kita berjumpa dalam sebuah amanah. Suatu ketika kami mengajakmu untuk bersama, menyingsingkan lengan, meluangkan perhatian, melakukan banyak hal. Amanah seakan mempertemukan kita tanpa sengaja, mempertautkan hati kita untuk berjuang bersama. Semua terasa teramat indah, ketika ada ucapan yang tersirat, bahwa kita sama-sama memiliki sebuah cita-cita yang mulia, sebuah tekad, dan banyak mimpi yang terlintas untuk kita wujudkan Bersama!! Bersama-sama sahabat!!.. Bekerja sama, dan sama-sama bekerja.
Awal pertemuan kita, diselingi dengan perkenalan. Dulu, kami tak sempat mengenalmu. Bahkan bertemu denganmu pun rasanya belum tentu. Kita sama-sama memperkenalkan diri, bertegur sapa, melebarkan senyuman memberi tanda keramahan. Kami bangga saat itu. Karna kehadiran kami disni tidak sendiri, ataupun terhitung jari. Ternyata cukup banyak orang yang peduli, merasa bertanggung jawab dengan keadaan lingkungannya saat ini. Pertemuan kita saat itu sungguh meriah, diselingi canda tawa, sukacita, dan kebahagiaan lainnya. Dulu kami merasa sendiri, namun pertemuan saat itu membuat kami mengerti, bahwa Allah telah menciptakan masalah dan sahabat untuk membantu kami menyelesaikannya. Amanah pertemukan kita, dan Pertemuan itu begitu indah.
Kami jadi teringat dahulu. Ketika kita sama-sama meluangkan waktu bersama. Merajut cita dalam keluarga baru. Sekedar menyiapkan rencana yang tak sederhana, dalam masa yang tak begitu lama. Menyiapkan tujuan, harapan, dan kekuatan sebagai bekal untuk menempuh sebagian episode yang akan kita lewati bersama... Kita pun banyak mengeluarkan pemikiran, mengasah daya analisa terhadap kebutuhan dan kondisi lingkungan. Idealisme kita saat itu terpacu, melewati batas waktu, menghiraukan dimensi masa lalu, berfikir seidealis mungkin. Kita sama-sama menuntut diri kita dan anggota keluarga kita untuk memberikan sebuah hal terbaik dari yang kita punya. Dari tetesan keringat, dari kucuran peluh yang melekat. Sampai suatu saat, pilar-pilar perencanaan begitu kuat. Sebuah Perencaan sebagai pijakan untuk melanjutkan langkah. Kita memulai dengan baik kawan, dan berharap akan selalu baik sampai akhir waktunya kelak.
Kitapun bersiap berbagi peran, membagi kewajiban sesuai kemampuan. Ada si Menteri yang bertanggung jawab, ada perangkat yang sigap berbuat. Suatu saat, kita disibukkan dengan pekerjaan dalam posisinya masing-masing. Sibuk melakukan persiapan kegiatan. Pekerjaan di masing-masing jabatan. Mungkin semakin lama dan dewasa, terlalu banyak tanggung jawab dan amanah yang perlu untuk dipikul dalam waktu yang bersamaan.. Tak jarang kita hanya disibukkan dengan tanggung jawab yang kita emban.Namun Terkadang melupakan, siapa sahabat kita dahulu, lupa bertegur sapa dengan mereka, menanyakan kabar, atau sekedar menawarkan bantuan. Mungkin kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing yang tak bisa terelakkan. Kamipun tak menuntut, karna kau pun tak pernah menuntut kami memberikan imbalan.
Namun, semakin lama. kami melihat ada kabut yang menghalangi kita.. Kabut itu semakin pekat,. Ada rasa yang gelisah, bahwa kau akan meninggalkan kebersamaan kita.Sampai Suatu waktu, kami mengundangmu untuk sekedar bertegur sapa. Melepas kejenuhan dari semua beban yang tak terbantahkan. Mengulang canda tawa di masa lalu, saat pertemuan mula dulu. Namun saat itu kami tak menemukanmu, entah hal apa yang menghalangimu untuk bertemu. Kami fikir, mungkin dirimu sedang disibukkan dengan rutinitas lain yang tak kalah menyita waktu. Kamipun berharap kabar darimu, berharap kau meluangkan waktu untuk sekedar memberi tahu, bahwa saat itu kau memang tak bisa untuk bertemu sementara waktu. Namun, kami tak mendapati mu melakukan itu. Kami pun berfikir, mungkin saat itu, kamu memang benar-benar tak bisa diganggu. Sungguh, kami mencemaskan ketidakhadiran mu saat itu. Terkadang kami tersadar, apakah ketidakhadiranmu itu disebabkan karena tuntutan kami yang terlalu berat membebanimu? Atau ada salah kata, ucap, atau tindakan yang melukai perasaanmu saat itu. Hingga menyebabkan kau pergi, dan enggan untuk bercerita bersama lagi? Keceriaan kami sedikit demi sedikit berkurang, ketika bagian dari keluarga sederhana kita semakin banyak yang sulit bertemu. Sulit, sangat sulit.
Badai tak bisa terelakkan, ujian sudah biasa menyambar.Amanah banyak memberi pelajaran untuk kita tentang hidup. Dan Allah telah menantang kita untuk menghadapinya. Menyadarkan bahwa begitu pentingnya rasa pengertian antar sesama. Saat seseorang tak diperhatikan, mungkin itu menjadi bisa yang cukup mematikan. Namun, pengertian bukanlah hal yang bisa dicapai di satu pihak. Saat memang tak ada pihak yang belum mengerti, maka kau perlu memberikan pengertian itu. Agar kita dapat menjaga komunikasi, menjaga agar persaudaraan ini tak terputus oleh benci.
Sahabat, tak banyak yang kami harapkan darimu. Keberhasilan menjalankan semua mimpi, bukan menjadi tujuan utama. Yang menjadi tujuannya adalah terus bersama dan sama-sama mewujudkannya. Sedih kiranya ketika harus mempartisi mimpi kita. Mengkotak-kotakan jabatan, dan enggan untuk bersama mencapai tujuan. Apalah gunanya bahagia, canda tawa, atau kepuasaan lainnya jika kita tak bisa membagi-bagikan kebahagiaan itu pada saudara-saudara kita. Saudara-saudara yang dahulu sama-sama bermimpi bersama kita. Merajut mimpi dan Cita. Sungguh, kami tak merasa bahagia. Ketika harus merasa bahagia karna kesuksesan, ataupun menelan pil pahit karna kegagalan dalam kesendirian.
Bagaikan sebuah pelayaran, kita semua adalah awak yang menentukan keberhasilan dalam mengarungi lautan. Bagai gerigi roda, saat satu mati, maka gerigi lain akan turut berhenti. Tak ada yang spesial dari amanah ini, jabatan ataupun peran. Biarkan keberasamaan menjadi madu, saat pengorbanan dituntut menjadi pil pahit untuk ditelan.
Kami berharap kita terus bersama, walau waktu terus membatasi kesempatan kita....
Afief Alkhawarizm
Jatinangor, 15 Agustus 2010
Curahan Ruang Kosong dari Amanah yang Senantiasa Merindukan Kebersamaan.
Sungguh, Allah mentakdirkan kita untuk berhasil secara jamaah, bersama-sama.
Awal pertemuan kita, diselingi dengan perkenalan. Dulu, kami tak sempat mengenalmu. Bahkan bertemu denganmu pun rasanya belum tentu. Kita sama-sama memperkenalkan diri, bertegur sapa, melebarkan senyuman memberi tanda keramahan. Kami bangga saat itu. Karna kehadiran kami disni tidak sendiri, ataupun terhitung jari. Ternyata cukup banyak orang yang peduli, merasa bertanggung jawab dengan keadaan lingkungannya saat ini. Pertemuan kita saat itu sungguh meriah, diselingi canda tawa, sukacita, dan kebahagiaan lainnya. Dulu kami merasa sendiri, namun pertemuan saat itu membuat kami mengerti, bahwa Allah telah menciptakan masalah dan sahabat untuk membantu kami menyelesaikannya. Amanah pertemukan kita, dan Pertemuan itu begitu indah.
Kami jadi teringat dahulu. Ketika kita sama-sama meluangkan waktu bersama. Merajut cita dalam keluarga baru. Sekedar menyiapkan rencana yang tak sederhana, dalam masa yang tak begitu lama. Menyiapkan tujuan, harapan, dan kekuatan sebagai bekal untuk menempuh sebagian episode yang akan kita lewati bersama... Kita pun banyak mengeluarkan pemikiran, mengasah daya analisa terhadap kebutuhan dan kondisi lingkungan. Idealisme kita saat itu terpacu, melewati batas waktu, menghiraukan dimensi masa lalu, berfikir seidealis mungkin. Kita sama-sama menuntut diri kita dan anggota keluarga kita untuk memberikan sebuah hal terbaik dari yang kita punya. Dari tetesan keringat, dari kucuran peluh yang melekat. Sampai suatu saat, pilar-pilar perencanaan begitu kuat. Sebuah Perencaan sebagai pijakan untuk melanjutkan langkah. Kita memulai dengan baik kawan, dan berharap akan selalu baik sampai akhir waktunya kelak.
Kitapun bersiap berbagi peran, membagi kewajiban sesuai kemampuan. Ada si Menteri yang bertanggung jawab, ada perangkat yang sigap berbuat. Suatu saat, kita disibukkan dengan pekerjaan dalam posisinya masing-masing. Sibuk melakukan persiapan kegiatan. Pekerjaan di masing-masing jabatan. Mungkin semakin lama dan dewasa, terlalu banyak tanggung jawab dan amanah yang perlu untuk dipikul dalam waktu yang bersamaan.. Tak jarang kita hanya disibukkan dengan tanggung jawab yang kita emban.Namun Terkadang melupakan, siapa sahabat kita dahulu, lupa bertegur sapa dengan mereka, menanyakan kabar, atau sekedar menawarkan bantuan. Mungkin kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing yang tak bisa terelakkan. Kamipun tak menuntut, karna kau pun tak pernah menuntut kami memberikan imbalan.
Namun, semakin lama. kami melihat ada kabut yang menghalangi kita.. Kabut itu semakin pekat,. Ada rasa yang gelisah, bahwa kau akan meninggalkan kebersamaan kita.Sampai Suatu waktu, kami mengundangmu untuk sekedar bertegur sapa. Melepas kejenuhan dari semua beban yang tak terbantahkan. Mengulang canda tawa di masa lalu, saat pertemuan mula dulu. Namun saat itu kami tak menemukanmu, entah hal apa yang menghalangimu untuk bertemu. Kami fikir, mungkin dirimu sedang disibukkan dengan rutinitas lain yang tak kalah menyita waktu. Kamipun berharap kabar darimu, berharap kau meluangkan waktu untuk sekedar memberi tahu, bahwa saat itu kau memang tak bisa untuk bertemu sementara waktu. Namun, kami tak mendapati mu melakukan itu. Kami pun berfikir, mungkin saat itu, kamu memang benar-benar tak bisa diganggu. Sungguh, kami mencemaskan ketidakhadiran mu saat itu. Terkadang kami tersadar, apakah ketidakhadiranmu itu disebabkan karena tuntutan kami yang terlalu berat membebanimu? Atau ada salah kata, ucap, atau tindakan yang melukai perasaanmu saat itu. Hingga menyebabkan kau pergi, dan enggan untuk bercerita bersama lagi? Keceriaan kami sedikit demi sedikit berkurang, ketika bagian dari keluarga sederhana kita semakin banyak yang sulit bertemu. Sulit, sangat sulit.
Badai tak bisa terelakkan, ujian sudah biasa menyambar.Amanah banyak memberi pelajaran untuk kita tentang hidup. Dan Allah telah menantang kita untuk menghadapinya. Menyadarkan bahwa begitu pentingnya rasa pengertian antar sesama. Saat seseorang tak diperhatikan, mungkin itu menjadi bisa yang cukup mematikan. Namun, pengertian bukanlah hal yang bisa dicapai di satu pihak. Saat memang tak ada pihak yang belum mengerti, maka kau perlu memberikan pengertian itu. Agar kita dapat menjaga komunikasi, menjaga agar persaudaraan ini tak terputus oleh benci.
Sahabat, tak banyak yang kami harapkan darimu. Keberhasilan menjalankan semua mimpi, bukan menjadi tujuan utama. Yang menjadi tujuannya adalah terus bersama dan sama-sama mewujudkannya. Sedih kiranya ketika harus mempartisi mimpi kita. Mengkotak-kotakan jabatan, dan enggan untuk bersama mencapai tujuan. Apalah gunanya bahagia, canda tawa, atau kepuasaan lainnya jika kita tak bisa membagi-bagikan kebahagiaan itu pada saudara-saudara kita. Saudara-saudara yang dahulu sama-sama bermimpi bersama kita. Merajut mimpi dan Cita. Sungguh, kami tak merasa bahagia. Ketika harus merasa bahagia karna kesuksesan, ataupun menelan pil pahit karna kegagalan dalam kesendirian.
Bagaikan sebuah pelayaran, kita semua adalah awak yang menentukan keberhasilan dalam mengarungi lautan. Bagai gerigi roda, saat satu mati, maka gerigi lain akan turut berhenti. Tak ada yang spesial dari amanah ini, jabatan ataupun peran. Biarkan keberasamaan menjadi madu, saat pengorbanan dituntut menjadi pil pahit untuk ditelan.
Kami berharap kita terus bersama, walau waktu terus membatasi kesempatan kita....
Afief Alkhawarizm
Jatinangor, 15 Agustus 2010
Curahan Ruang Kosong dari Amanah yang Senantiasa Merindukan Kebersamaan.
Sungguh, Allah mentakdirkan kita untuk berhasil secara jamaah, bersama-sama.
0 komentar:
Posting Komentar