Post Update :

Tentang Keluarga (Part.1) : Jika Keluarga Dipandang Sebelah Mata

Selasa, 21 September 2010

Sebelum mengarungi samudera hidup, ada kalanya kita diharuskan untuk menyamakan tujuan, sehingga saat badai datang, tak ada lagi kebimbangan dalam menentukan arah. Semua awak adalah nahkoda kapal, yang sama-sama berjuang untuk menyelamatkan hidupnya sampai tujuan. Jika salah seorang awak mulai bosan dengan pelayaran yang menjemukan, maka nahkoda-lah yang mengingatkan bahwa lelahnya perjalanan menunjukkan dekatnya kita dengan tempat tujuan. Semua saling mengingatkan, tak ada yang pantas duduk dengan lega disaat semua orang disibukkan dengan ancaman yang membahayakan. Hanya saja peran selalu mempengaruhi siapa yang patut untuk dijadikan teladan... Bijaksanalah dalam melihat kondisi dan keadaan, disitulah sebenarnya waktu yang tepat untuk menentukan siapa nahkoda yang sebenarnya...

Jemari seakan memaksa saya untuk menulis catatan tentang tema ini. Sebentar,, sebelum beranjak lebih jauh perlu ditegaskan terlebih dahulu bahwa motivasi saya dalam menulis tema ini semata-mata karna saya mendapatkan inspirasi sederhana dari jalan kehidupan yang saya amati dekat-dekat ini, dari berbagai kisah yang saya temui. Bukan karna pengalaman, atau termotivasi untuk mendorong teman2 atau diri saya sendiri untuk enggan atau ingin menikah secepatnya.(^^')Dari sebuah radio muslim saya mendengar kajian tentang keluarga. Ada kata bijak yang terucap dari mulut seorang ustadzah saat itu :

"Salah satu bencana dan malapetaka terbesar dalam keluarga adalah saat seorang suami tidak mampu menjadi imam, dan seorang istri yang tidak mau menjadi makmum"

Naudzubillah, mungkin bukan barang langka lagi sepertinya, kita seringkali melihat kondisi keluarga dalam masyarakat yang sudah jauh dari etika dan norma sebenarnya. Bukan hanya di sinetron-sinetron yang banyak di tayangkan di layar kaca saja, mungkin kita juga sering melihat bagaimana kondisi di masyarakat sekeliling kita, tetangga, atau bahkan dalam keluarga kita sendiri, bagaimana keadaan rumah tangga yang tidak harmonis, bahkan cenderung ke arah kehancuran. Hubungan suami-istri yang tidak baik, perceraian, penganiayan dalam rumah tangga, anak yang tega membunuh ibunya, atau sebaliknya.

Ya, beginilah kalau menikah hanya dijadikan sebagai perubah status sosial belaka, saat kita tidak memiliki tujuan yang jelas bahwa menikah juga berfungi untuk membangun keluarga, membangun masyarakat, bahkan membangun bangsa yang dilandasi dari pondasi-pondasi dalam keluarga, dilandasi oleh pondasi agama yang kuat. Saat menikah hanya dijadikan sebagai kebutuhan manusiawi, bukan semata-mata berniat untuk menunaikan kewajiban sebagai insan manusia yang taat beragama. Saat menikah hanya didasari atas nama cinta, tanpa iman, tanpa kekuatan untuk senantiasa menjaga kesucian. Saat menikah ibarat barang dagangan yang diperjual belikan, dimana adakalanya kita bosan, ada kalanya kita tidak membutuhkan.

Ironis memang, bagaimana cita-cita masyarakat selama ini belum utuh memandang sebuah ikatan keluarga yang seharusnya dapat merubah peradaban bangsa, bahkan dunia. Jelas rasanya, penyebab kehancuran bangsa ini, bermula karna kehancuran keluarga dalam setiap tananan masyarakat yang mendukungnya. Kita sudah sama-sama mengamini bahwasanya pendidikan yang paling efektif berada dalam lingkup keluarga. Bagaimana seorang ayah dan ibu dapat bekerja sama untuk mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi pribadi yang baik. Lalu bagaimana keadaannya, jika kedua pimpinan dalam keluarga ini tidak dapat gotong royong untuk bertanggung-jawab memikirkan masa depan anak-anak mereka???

Sungguh, tanggung jawab orangtua sangat memiliki kendali yang besar dalam masa depan, dan kebaikan anak-anak mereka. Seringkali permasalahan dalam keluarga tidak dapat kita selesaikan dengan bijak, sehingga berdampak kepada semua anggota keluarga. Perlu adanya pembagian peran yang jelas, rasa percaya, perhatian yang intens agar semuanya berjalan dengan baik. Berkeluarga menjadi ujian organisasi dalam lingkup yang kecil, namun berdampak global dalam tatanan kehidupan.

Maka pikirkanlah matang-matang apa yang kita cita-citakan dari kelurga sederhana kita. Apa prestasi yang ingin kita raih bersama-sama??

Keluarga yang sakinah selalu mengantarkan kita dalam ketenangan jiwa seberapapun menderitanya kita

Keluarga yang mawaddah, selalu menghantarkan kita pada cinta antar sesama, berapapun banyaknya alasan kita untuk membencinya

Keluarga yang warahmah, selalu membuat diri kita terketuk untuk memberi, berbelas kasih, dan mengorbankan apa yang kita miliki

Kemudian ketiganya seakan menyatu, berpadu, dan terdispersi begitu indah, lalu wanginya tercium semerbak Syurga...

Quu Anfusikum wa ahlikum naara...


Keluarga Yang Diimpikan

Cita-cita seorang ayah

“Laki-laki adalah wujud manusia yang tak pernah nyaman jika ada hal tak mengenakan dan diluar kebiasaan. Dan seorang ayah adalah peran yang cocok untuk memperbaiki segalanya. Membuat segalanya menjadi lebih baik, teruntuk keluarga tercinta”

Bagaimana Seorang Ibu??

Seorang wanita yang kuat selalu melahirkan anak-anak yang hebat. Generasi penerus seakan hanya bercokol pada kemuliaan ibu mendidik anaknya. Sangat berpengaruh besar untuk merubah manusia dan peradaban.Seorang wanita yang baik selalu berusaha menjadi istri yang sholehah, menjadi pendidik yang baik bagi anak-anakanya, dan bermanfaat untuk keluarga.

Seperti apakah Seorang Anak?

Anak adalah mutiara bagi kedua orangtua. Mutiara yang tidak akan pernah tergantikan oleh kekayaan harta, maupun tahta. Maka seorang anak yang baik akan berusaha agar hidupnya senantiasa bernilai. Bukan hanya menjadi objek pendidikan bagi kedua orangtua, tapi turut serta pula dalam membangun keluarga yang sakinah.


Jatinangor, 21 September 2010

(Saat begitu Banyak Makna yang Belum dapat saya Fahami)

Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Afief Alkhawarizm 2010 -2011 | Design by Afief Alkhawarizm | Published by Khawarizm's.net | Powered by AK-Team.