Post Update :

Seharusnya Kita Malu...

Minggu, 02 Januari 2011

Semburat senyum tulus mengalir dalam wajah pada kamera. Seorang wanita dengan tinggi badan 74 cm, sangat berbeda dengan manusia pada umumnya. Dengan tangan dan kaki yang tidak normal, namun masih bisa mensyukuri anugerah dengan ikhlas dan semangat pantang menyerah. Dengan kekurangan yang dimilikinya, ia diberi gelar 'wanita terpendek di Indonesia'.

Seorang wanita yang tumbuh dengan keyakinan dan semangat yang besar. Ia tidak minder sekalipun ia dianggap oleh banyak orang sebagai wanita yang aneh karena tubuhnya. Ia sekolah di sekolah normal dan terus belajar mandiri. Ia tidak mau sekolah di sekolah untuk anak cacat dan selalu mendapatkan prestasi akademik di sekolah. Ia kemudian masuk perguruan tinggi dan saat kuliah hukum atas anjuran ayahnya yang seorang jaksa, diam-diam tanpa sepengetahuan orangtuanya, mengambil kuliah komputer sampai lulus D3. Ya, dia mampu menjalani perkuliahan dengan 2 bidang studi yang berbeda dan berhasil menyabet kelulusan dengan sempurna.

Ahh,, melihat dan mendengar sebagian kisahnya membuat bulu kuduk ini merinding. Sejujurnya, jika dihadapkan pada kondisi yang sama, mungkin aku memilih untuk menyerah, dan kini sedang berbaring dengan rintihan penuh keluhan. Sangat berbeda, dan jauh berbeda dengan apa yang mampu ia lakukan dengan perjuangannya. Dan hanya satu rasa yang seharusnya dapat diakui hati ini : MALU!!

Cukup sampai disana!! Belum selesai mata ini membaca kisahnya saat melahirkan dan mengasuh anaknya sendirian. Bagaimana saat ia menjadi motivator, bahkan untuk orang-orang yang normal tanpa cacat! Tidak sanggup rasanya ketika membayangkan bagaimana saat ia mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan anaknya.

Lalu bagaimana dengan kita??

Cacatkah kita? Begitu besarkah masalah yang menimpa kita?

Rasa-rasanya yang cacat bukan raga kita, namun otak ini yang berkarat hingga tak mampu lagi berfikir jernih saat ujian menimpa. Harus kita sadari, ternyata yang buta bukan mata kita. Namun hati yang tak mampu jujur menatap masalah dan ujian yang seharusnya dapat kita selesaikan dengan sempurna. Harus kita akui, ternyata yang lumpuh bukan tangan dan kaki kita. Namun jiwa yang mati karna kurangnya motivasi.

Berkacalah, dan banyaklah bercermin pada orang-orang yang benar-benar diuji dengan keterbatasan. Lalu tataplah seberapa pengecutnya diri ini yang menjalani hidup dengan berjuta keluhan.

Seharusnya kita malu...

Aku jadi tersadar, bahwa sebenarnya aku dilahirkan dengan sempurna. Namun kelalaian yang ku lakukanlah, yang membuatku banyak cela.

Banyak orang yang merasa istimewa dengan ujian dan permasalahan yang menimpa , lalu menjadikan pemakluman untuk menutupi kelemahan dirinya. Lihatlah diluar sana!! Betapa banyak orang yang lebih menderita dengan menanggung takdir yang tidak kita kira, namun mereka berjuang tanpa pernah berfikir bahwa 'akulah satu-satunya orang yang dilahirkan dalam kemalangan.....

Aku malu pada mereka yang benar-benar ditimpa kemalangan. Jika ku bandingkan dengan apa yang menimpa, rasanya tak pantas aku berkata lagi sebagai manusia seutuhnya. Karna, begitu banyak yang seharusnya dapat kulakukan dibanding mereka. Mereka yang benar-benar memiliki keterbatasan raga, bahkan mampu menciptakan kemampuan yang tak kubisa, lalu mereka mampu menutupi aib dengan prestasi-prestasi gemilang dalam kehidupannya.

Malu, aku yakin tak cukup pada kata itu.

Sungguh, kebahagian tidak pernah melihat kekurangan. Karna ia dapat diciptakan dengan hati yang ikhlas menerima, dan jiwa yang tak lelah berjuang memaknai kehidupan.

Jatinangor, 1 Januari 2011, 19.27.05
(Saat lagi-lagi mendapatkan motivasi dan inspirasi dari orang yang tak ku kenal)


Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Afief Alkhawarizm 2010 -2011 | Design by Afief Alkhawarizm | Published by Khawarizm's.net | Powered by AK-Team.